Pagi ini tampak cerah, burung berkicauan dengan merdunya. Pagi yang cerah ini aku merasa kedinginan. Dingin,bahkan membuatku menggigil. Ingin ku merasakan pagi yang cerah ini dengan kegembiraan yang luar biasa. Namun, keadaan membuat aku harus menerima secerah apapun hari ini suasana hatiku mendung. Bahkan mata ini tak berhenti mengeluarkan air mata. Lengkap sudah, bagaikan suasana yang gelap, mendung, dengan badai yang mampu mengalirkan hujan dengan derasnya.
Aku duduk tersipu di pojok kamar mungilku , kamar yang lumayan indah tempat aku mencurahkan semua perasaanku . Di atas ranjang kamarku ada sebuah boneka, boneka kelinci kesayangnku. Aku selalu memeluknya tiap kali aku merasa kesepian seperti ini. “ natasya…..natasya keluar kamu, jangan dikamar terus ! “ teriak ibu dari luar kamar ku. Dengan gontai aku membuka pintu kamarku. Aku merunduk,Sejenak ibu memandang ke arah wajahku, ya air mata ini mengalir kembali. “ sudahlah natasya jangan sedih terus ibu sibuk sekarang lebih baik sekarang kamu bergegas, hari ini kamu harus sekolahkan ! “ ibu mencoba menenangkan aku. Namun buat aku itu bukanlah seorang ibu. Ibu yang selalu tulus memberikan kasih sayang kepada anaknya, kenapa ia tak bertanya kenapa aku bersedih seperti ini?
Ibu pun pergi meninggalkan aku ntah dia mau kemana aku tidak tau, dan tak pernah sekalipun ibu memberi tahuku kemana ia pergi selama ini. setiap hari aku hanya ditemani buku-buku. Malam haripun ketika ibu pulang, ibu hanya menanyakan tugas-tugas sekolahku. “Alloh yaRahman, aku ingin ibu kembali seperti dulu,yang selalu memperhatikan aku “ air mata ini menetes seraya aku berdoa kepada sang khaliq. Aku merasa tidak memiliki siapa-siapa sekarang. “Ayah, inginku berjumpa dan memelukmu. Aku begitu rindu padamu ayah, rindu dengan masa-masa bahagia kita dulu. Kenapa kau harus meninggalkan kami? aku masih ingin berada dalam kehangatan keluarga. Ayah, semoga kau selalu bahagia disisiNya “ aku curahkan persaanku hari ini pada sebuah buku diary, diary kusam yang aku dapat dari ayah di ulang tahunku beberapa tahun silam, ketika aku masih duduk di sekolah dasar .
Setidaknya pagi ini aku harus lebih ceria di sekolah karena hanya disana aku mampu tersenyum. Kebetulan hari ini aku ada ulangan tengah semester. Jadi aku berangkat agak siang hari ini. Akupun bergegas untuk bersiap-siap ke sekolah. Kuhapus air mata yang membasahi pipiku dengan ujung kerah kemeja yang aku kenakan sekarang. Aku berdiri tepat di depan cermin di kamarku. Sepintas aku terdiam dan mencoba tersenyum. Aku rasa cukup, aku tarik handuk merahku yang aku letakkan di sisi lemari kecilku. Akupun bergegas untuk mandi dan memulai aktivitasku hari ini.
Seperti biasa aku selalu bersama Erika sahabatku. Meski dia adalah sahabat terdekatku, tapi aku tidak pernah menceritakan keadaanku di rumah. Bagiku Erika adalah sahabat terbaikku dan tak sepantasnya dia merasakan kesedihanku selama ini. “hai natasya, gimana tadi ujiannya? Lancar ngga? Hahaha……” goda Erika karena memang hari ini kami ujian matematika, bisa dibilang itu adalah pelajaran yang paling seram buat aku. “ahh kamu rika, kayak ngga tau aku aja. Habis ujian ni tadi rasanya aku ingin membunuhmu!!! , kapan ya aku bisa ngerjain matematika tanpa nyontek? Hehe.. “ kami bercanda sambil berjalan menuju parkiran. Karena asyiknya bercanda kita sampai kejar-kejaran. Tiba-tiba “dagggg” aku menabrak salah satu teman kelasku “aduuuh, ehhhh Tasya elu gag punya mata ya? Ati-ati donk kalo jalan! Mata loe ngga pernah diperiksain ya sama nyokap loe? Kasian dehh, punya nyokap ngga sihh loe sebenernya? Jangan-jangan loe anaknya demit lagi hahaha….” Ejek Amel padaku, sekilas aku hanya bisa diam. Lalu aku pergi meninggalkan mereka. “Natasya,,,,,, kamu mau kemana?” teriak Erika mencoba mencegahku pergi. Namun aku tak menggubrisnya karena sudah tak tahan dengan tetesan air mata ini.
Kubanting daun pintu kamarku dengan kerasnya, toh tidak ada siapa-siapa disini tidak ada yang akan memarahiku sekalipun aku merusak pintu ini. “Ibu jahat, ibu jahat kenapa si ibu ngga pernah memperdulikan aku lagi? Kenapa ibu tidak pernah mau datang ke sekolahku? Sejak kelas sepuluh raportku selalu diambilkan orang lain, kenapa bukan ibu saja? Kenapa bu? setiap teman-temanku datang kerumah mereka tidak pernah melihat ibu, Sampai teman-temanku berfikiran kalau aku tidak pernah memiliki ibu. Aku punya ibu tapi kenapa ibu tidak pernah ada untukku disaat seperti ini. ibu sekali saja temani anakmu ini, aku juga ingin seperti teman-teman yang lain diperhatikan oleh ibunya. Sekali saja bu, kumohon.” Hatiku bergemuruh ingin rasanya aku ungkapkan semuanya pada ibu. Tapi tak pernah aku mendapatkan kesempatan meski hanya sekedar berbincang-bincang dengannya.
Kriiiing…..kriiiiing….. alarmku berbunyi dengan nyaringnya. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, beberapa menit lagi ibu pasti pulang ! gumamku dalam hati. Seperti biasa aku menunggu ibu di ruang tamu berharap ketika ibu pulang ibu menanyakan “apa aku sudah makan? Atau bagaimana keadaanku hari ini? aku pun berharap ibu berkeinginan mendengarkan ceritaku hari ini, cerita yang begitu menyedihkan untuk di dengar oleh seorang ibu. Aku menunggunya sambil belajar untuk ujian besok. “uhhh ini buku udah hampir habis kebaca semua, tapi ibu kok belum pulang-pulang sihh? Gag biasanya sampai larut gini, udah malem banget ini. ibu kemana sih? “ aku pun mulai gelisah, kini aku menunggunya di beranda rumahku. Dingin rasanya, tapi kekhawatiranku pada ibu jauh lebih besar. Ingin sekali aku menelfon ibu, namun aku tak pernah diberi nomor telfonnya. Dia selalu menggunakan private number untuk menelfon aku.
Beberapa saat kemudian aku mendapatkan pesan singkat dari sebuah nomor yang tidak aku kenal “ natasya, ibu tidak bisa pulang. Nanti ada tante Mely yang menemanimu nak. Ibu sayang kamu jangan cari ibu. “ dua buah kalimat yang sangat menyakitkan. Aku segera membalas pesan tersebut dan juga menelfonnya namun nomor tersebut sudah tidak aktif. “yaAlloh apa yang harus aku lakukan, ibuku kemana yaAlloh? Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Aku butuh ibu, jangan tinggalin Tasya ibu.” aku menangis tersedu-sedu di beranda rumah. Aku merasa sangat sendirian sekarang.
“Allohuakbar….Allohuakbar” suara adzan subuh membangunkan aku. “yaAlloh aku tidur di beranda rumah, apa benar ini semua? Apa benar ibu meninggalkan aku sendiri?” rasanya mata ini sudah tak mampu meneteskan air mata lagi. Begitu sedihnya hati ini, jiwa ini, batin ini sungguh aku merasa sudah tak berarti lagi. Tiba-tiba dua sosok orang berdiri di depanku, mereka seumuran dengan kedua orangtuaku sepertinya mereka baik hati, tapi kenapa mereka berada di beranda rumahku subuh-subuh begini? Diasaat aku sedang sedih. “tasya ya? “ sapanya dengan senyum manis. Aku hanya diam termenung menatap mereka. “tenanglah nak, kami akan menjemputmu, ini saya tante Mely teman ibumu” sesaat aku langsung bersemangat. “Dimana Ibuku tante? Dimana?” tanyaku dengan cemas. Tapi tante Mely hanya tersenyum. Dia menenagkan aku, aku merasa mendapatkan sentuhan dari seorang Ibu yang tulus.
Aku terhanyut dipelukan tante Mely “aku merindukan Ibu tante” air mata ini membasahi pundaknya. “Tasya ikut tante ya, Tasya tinggal bersama Tante nanti tante beri tahu dimana ibu kamu berada. Akupun ikut bersama mereka dan tinggal bersama mereka.
Beberapa bulan setelah aku bersama mereka akhirnya mereka menceritakan hal sesungguhnya. “ sebenarnya tante ini adalah ibu kandungmu nak, tante mnitipkan kamu pada ibu kamu saat tante harus melakukan perwatan khusus karena penyakit yang di derita oleh tante. Tante memilih ibumu yang merawat kamu karena dia adalah sahabat tante. Dan ayahmu waktu itu harus bekerja diluar kota. Namun ketika tante sembuh, tante pergi kerumah ibumu untuk mengambilmu kembali. Namun, dia sudah pindah tempat tinggal. Tante berusaha semaksimal mungkin mencarimu. Sampai beberapa hari yang lalu tante bertemu dengan ibumu. Dan akhirnya dia mau menyerahkan kamu kembali. “lalu ibuku? Dimana?” tante Mely hanya menggeleng.
Ntah tangisan bahagia karena aku sebenarnya mempunyai seorang ibu yang sangat menyayangiku atau aku menangis karena akupun ingin dipeluk ibu seperti tante Mely atau ibuku sendiri memelukku. Biarpun engkau bukan ibu kandungku, aku sangat merindukanmu ibu.
0 komentar:
Posting Komentar